Rabu, 24 September 2008

Recount

MY ACCIDENT ON THE ROOD

     Everyone surely have experience of their life. There are pleasant experience and concern experience. Here, I will tell my concern experience of my life.

     It was morning of September 3th 2007, while I was a student of class IX SMP, I got a rood accident in Talang Siring. I was fall of my motor cycle avoiding the truck in front of me. At the time of the case, I directly helped by people and brought me to shop to be protected. Then the owner of shop contacted my home. 15 minuted later my parents came to brought me home.

     At arrival in Prenduan, I was taken to puskesmas and examined by dr. Faisal, doctor said that examination indicated my left thigh was broken. Then I was taken to Graha Amerta hospital in Surabaya and handled by Prof. Dr. dr. Syarwani, the orthopedic Surgeon. Two days later I was operated. After 9 days in hospital the doctor permitted me to go home.

     These are experience of my concern life. I hope I can take an advantage of it.

 

Makalah Nasionalisme

NASIONALISME 

I.        LATAR BELAKANG

     Semangat nasionalisme bangsa kita kembali diperlihatkan masyarakat bangsa ini dalam kasus ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia beberapa tahun lalu, yaitu perihal pulau Ambalat di laut Sulawesi, Wilayah Kalimantan Timur. Sebuah pulau yang berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia (NKRI) tetapi masih diklaim Malaysia sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.

     Lahirnya posko atau front perlawanan terhadap Malaysia di Sulawesi selatan yang disebut Front Ganyang Malaysia (FGM) dan Gerakan Anti Arogansi Solo (Gemars) dan berbagai wacana public di media massa dan forum-forum lainnya jelas memperlihatkan semangat nasionalisme.

     Ekspresi semangat nasionalisme tersebut memang sangat baik sebagai perwujudan sebuah bangsa yang sangat menjunjung tinggi harga dirinya. Dan ini juga yang menjadi pelatuk yang sangat baik dimana kasus ambalat telah membangkitkan kembali semangat nasionalisme anak-anak bangsa yang sekian lama agak memudar rasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Dan memudarnya rasa kebangsaan bagi bangsa Indonesia inilah yang sesungguhnya menjadi problema nasionalisme itu sendiri.

 

II.      PERMASALAHAN

     Memudarnya rasa kebanggaan bagi bangsa selama beberapa tahun belakangan ini sesungguhnya disulut oleh menguatnya sentiment kedaerahan dan semangat primodialisme pasca krisis.

     Suatu sikap yang sedikit banyak disebabkan oleh kekecewaan sebagian besar anggota dan kelompok masyarakat bahwa kesepakatan bersama (contract social) yang mengandung nilai-nilai seperti keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarah kerap hanya menjadi retorika kosong.

     Pemberantasan korupsi terhadap para koruptor kelas kakap dan penegak hukum dan keadilan yang sebenarnya sebagai sarana strategis untuk membangkitkan semangat cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa, tetapi semuanya tampak bohong belaka. Ini membuat generasi sekarang menjadi gamang terhadap bangsa dan negaranya sendiri.

     Tidak mengherankan semangat solidaritas dan kebersamaan pun terasa semakin hilang sejak beberapa dekade terakhir. Boleh jadi, penyebab dari memudarnya rasa nasionalisme ini juga disebabkan oleh paradigma tentang bangsa dan nasionalisme yang kita anut berjalan ditempat.

     Padahal, perkembangan nasional dan global menurut paradigma yang disuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan keadaan bangsa dan negara yang berdaulat.  Dari dalam itulah lahir kesadaran berbangsa dan bernegara yang pada hakikatnya merupakan kesadaran politik yang normatif.

     Dari sini pula kesadaran yang merupakan janin suatu ideologi yang disebut nasionalisme. Dalam arti nasionalisme sebagai suatu paham yang mengakui kebenaran pikiran bahwa setiap bangsa demi kejayaannya seharusnya bersatu bulat dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Dari nasionalisme ini lahirlah ide dan usaha perjuangan untuk merealisasi Negara bangsa. Di Indonesia, ide dan usaha seperti ini berkembang kuat pada tahun 1930-an dan memuncak pada tahun 1940-an.

     Yang kemudian menjadi problem dasar disini adalah apakah tegaknya suatu bangsa yang pada hakikatnya merupakan suatu produk kesadaran politik bernegara itu dapat dilakukan tanpa landasan kultur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

     Pertanyaan ini penting untuk dijawab, sebab tantangan yang paling berat bagi sebuah Negara yang berdaulat sesungguhnya adalah bukan terutama pada sikap ekspansif dari negara tetangga seperti Malaysia dalam kasus pulau Ambalat ini, tetapi lebih pada faktor kultur atau pemeliharaan budaya, sikap hidup atau perilaku hidup sehari-hari seperti bagaimana kita menciptakan keadilan, perikemanusiaan dan lain-lain dalam bangsa dan Negara ini.

    Selain itu, karena dalam era modern ini setiap bangsa semakin menghormati kedaulatan bangsa lain. Meskipun dalam beberapa kasus di dunia ada Negara yang masih kurang menghormati kedaulatan Negara lain.

 

III.    PEMBAHASAN

     Dengan memudarnya nasinalisme, yang terutama disebabkan oleh begitu tingginya ketidak-adilan; korupsi yang merajalela dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tidak diselesaikan secara tuntas lewat jalur hukum dan lain-lain maka musuh bangsa yang paling utama sekarang adalah bukan penjajah, bukan sikap ekspansif atau sikap agresor Negara tetangga, melainkan birokrasi yang korup, ketidak-adilan dan/atau ketidakmerataan ekonomi dan politik, kemiskinan, kekuasaan yang sewenang-wenang dan sebagainya.

     Pemberantasan korupsi yang hanya retorika belaka, pelanggran HAM yang tidak diselesaikan lewat jalur hukum hingga tuntas, ketidak-adilan antara pusat dan daerah dan sebagainya harus segera diperhatikan secara serius.

     Nasionalisme dengan munculnya gerakan perjuangan fisik melawan Malaysia misalnya, bila Malaysia nekat menggangu kedaulatan RI dengan mengambil atau merampas pulau Ambalat, merupakan sesuatu perilaku atau sikap yang sangat terpuji. Kita semua jelas sangat mendukung setiap usaha TNI dan para sukarelawan yang berusaha menjaga keutuhan kedaulatan Negara RI.

     Tetapi, kita tidak bisa lengah sedikitpun untuk memerangi musuh bangsa kita sendiri yang korup, menyalah-gunakan kekuasaan dan sebagainya.

     Karena nasionalisme kita sekarang bukan berkaitan dengan penjajah, atau terutama terhadap perilaku ekspansif atau agresor Negara tetangga, melainkan harus dikaitkan dengan keinginan untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidak-adilan, perlakuan yang melanggar HAM dan lai-lain. Artinya nasionalisme saat ini adalah usaha untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan Negara dari kehancuran akibat korupsi dan penyalah-gunaan kekuasaan.

     Perilaku korup, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalam lingkup kekuasaannya demi memperkaya diri, perilaku sewenang-wenang dalam menjalankan roda kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, gemar menerima dan menyogok uang pelicin, uang semir, uang kopi dan sebagainya adalah perilaku antinasionalisme yang harus diberantas.

     Dan pahlawan era sekarang bukan saja mereka yang berani menumpas agresor atau penjajah, tetapi juga mereka yang berkata tidak terhadap korupsi dan berbagai bentuk penyalah-gunaan wewenang dan/atau kekuasaan itu. Pahlawan seperti ini tidak kalah mulianya dengan pahlawan yang menang dari sebuah pertarungan fisik melawan siapapun yang mencoba menggangu kedaulatan bangsa dan negara.

 

IV.   KESIMPULAN

     Berdasarkan uraian pada pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang harus menjadi catatan kita kedepan adalah bagaimana menumbuh semangat nasionalisme cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa. Adalah semangat untuk berperilaku jujur, berdisiplin, tidak korup dan berani untuk melawan segala ketidak-adilan, kesewenang-wenangan kekuasaan dan lain-lain, disamping semangat dan keterampilan fisik seperti militer untuk menghadapi setiap kekuatan yang menggangu kedaulatan Negara RI.

     Sebuah kekuatan dan harga diri bangsa bukan terutama pada kekuatan angkatan bersenjata dengan seluruh persenjataan perang yang canggih, melainkan juga atau bahkan yang pertama adalah pada masyarakat bangsanya yang berkualitas dan bermartabat.